Cerita Motivasi & Setetes Embun

Menceritakan kisah-kisah umum baik fiksi maupun non-fiksi untuk memberikan motivasi dan menggugah hati nurani untuk bertindak lebih baik lagi dan lebih bijaksana.

Kamis, 02 April 2015

Arti 5000

Tommy, Pimpinan sebuah perusahaan di Jakarta, tiba dirumahnya jam 9 malam.
Tak seperti biasanya, anaknya, Dinda yang berumur 9 tahun membukakan pintu untuknya. Dan nampaknya ia menunggu sudah cukup lama.

"Kok belum tidur Dinda..?" Sapa Tommy
"Aku nunggu papa pulang... Karena aku mau tanya papa, berapa sih gaji papa?"

Kamu hitung ya... kata Tommy...
Tiap hari Papa kerja sekitar 10 jam dan dibayar Rp. 400.000,- tiap bulan, rata-rata 22 hari kerja. Kadang Sabtu masih lembur. Hayo, coba hitung berapa gaji papa..?

"Kalo 1 hari Papa dibayar 400,000,- untuk 10 jam, berarti 1 jam Papa digaji 40,000,- dong..?"

"Wah, pinter kamu... Sekarang cuci kaki, terus tidur ya...."

"Pa... Aku boleh pinjam 5.000,- gak..?"

"Sudah... Gak usah macam-macam, buat apa minta uang malam-malam gini..? Tidurlah...."

"Tapi papa..."

"Papa bilang tidur..!"

Dinda pun akhirnya lari ke kamarnya dengan sedih.
Usai mandi, Tommy pun menyesali kekesalannya. Sambil melihat Dinda di kamarnya, Sambil memegangi uang 15.000,- dengan terisak, dan sambil mengelus kepala Dinda, Tommy berkata.. "Maafin Papa ya.. Papa sayang sama Dinda.. Tapi buat apa sih kamu minta uang sekarang..? "

"Pa... aku gak minta uang, tapi aku mau pinjam. Nanti aku kembalikan kalau aku sudah menabung lagi dari uang jajan ku minggu ini."

"Iya... Iya... Tapi untuk apa..?

"Aku tunggu Papa dari jam 8 mau ajak Papa main ular tangga 30 menit aja... Mama sering bilang waktu Papa itu sangat berharga, jadi aku mau ganti waktu Papa.."
"Aku buka tabungan ku hanya ada 15.000,- karna Papa 1 Jam dibayar 40.000,- maka setengah jam aku harus ganti 20.000,- Duit tabungan ku kurang 5.000,- makanya aku mau pinjam dari Papa" Kata Dinda polos.

Tommy pun terdiam, kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat dengan haru. Dia baru menyadari, ternyata limpahan harta yang dia berikan selama ini tidak cukup untuk "membeli" kebahagiaan bersama anaknya.

PESAN:

"Bagi dunia kamu hanya seseorang, tapi bagi keluarga, kamu adalah DUNIA-nya"

Selasa, 24 Maret 2015

Si Ranking 23 Itu Anak Saya

Saya adalah ibu rumah tangga biasa yang membangun keluarga bahagia dan sejahtera degan seorang suami yang baik. Kami mempunyai seorang anak tunggal, perempuan, yang masih kelas 10 sekolah menengah (dahulu kelas 1 sma).


Di sekolah anak kami, dalam satu kelas ada 50 orang murid. Sejak kelas 1 sekolah dasar, setiap kenaikan kelas, anak perempuan kami selalu memperoleh ranking (peringkat) ke 23.

Suami saya mengeluh, setiap kali ada pertemuan keluarga, atau obrolan teman2 di kantor nya, setiap orang selalu bercerita ttg “bintang cilik” di rumah masing2, sedangkan suami saya hanya bisa menjadi pendengar saja.


Anak keluarga orang lain, bukan saja memiliki nilai sekolah yang menonjol, juga memiliki banyak keahlian khusus, sedangkan anak kami tidak memiliki sesuatu pun bakat, keahlian atau keterampilan yang dapat ditonjolkan.


Setiap kali suami saya menonton penampilan anak2 berbakat luar biasa dlm acara televisi, timbul rasa iri dlm hati suami saya. Ketika suami saya membaca sebuah berita ttg seorang anak berusia 9 tahun yang bisa masuk perguruan tinggi, suami saya begitu takjub.


Suami saya bertanya kpd anak kami :
“...nak, kenapa kamu tidak terlahir sbg anak dgn kepandaian luar biasa..?”


anak kami menjawab :
“...krn papa juga bukan seorang ayah dgn kepandaian luar biasa...”


suami saya menjadi tidak bisa berkata apa2 lagi..dan saya tanpa tertahankan tertawa sendiri.


Pada sebuah acara keluarga besar, kami berkumpul bersama di sebuah restoran, topik pembicaraan semua orang adalah tentang jagoan mereka masing2. Anak2 ditanya apa cita2 mereka kalau sudah besar...
ada anak yang menjawab, jadi dokter...
anak2 yang lain menjawab, jadi pilot, insinyur, arsitek, pengusaha konglomerat, jenderal, menteri, bahkan presiden...
semua orang pun bertepuk tangan.


Anak perempuan kami terlihat sangat sibuk membantu anak kecil2 lain nya makan...
semua orang mendadak teringat kalau hanya anak kami yang belum menyampaikan cita2 nya. setelah didesak orang banyak, akhir nya anak kami menjawab :
"...saat saya dewasa nanti, cita2 saya yang pertama adalah menjadi seorang guru taman kanak2, membimbing anak2 menyanyi, menari, lalu ber-main2…"
demi menunjukkan kesopanan, semua orang tetap memberikan pujian kemudian mereka menanyakan lagi, apa cita2 anak saya yang kedua..
anak saya pun menjawab :
“saya ingin menjadi seorang ibu, mengenakan kain celemek bergambar doraemon dan memasak di dapur...


Kemudian saya membacakan cerita utk anak2 saya…
sebelum tidur, saya membawa anak2 saya ke teras rumah utk melihat bintang2 di angkasa...”
semua sanak keluarga kami saling pandang tanpa tau harus berkata apa...
raut muka suami saya menjadi canggung sekali.


sepulangnya kami kembali ke rumah, suami saya berkata kepada saya :
“...apakah kita akan membiarkan anak kita kelak hanya menjadi seorang guru taman kanak2...?
apakah kita tetap akan membiarkan anak kita tetap menjadi murid kualitas menengah...?”
sejak itu kami melarang anak kami utk membaca komik dan menghentikan hobinya bermain kesenian origami (seni melipat kertas menjadi berbagai bentuk binatang dan barang).


Demi meningkatkan nilai sekolah nya, kami mencarikan guru les pribadi dan mendaftarkan anak kami di tempat bimbingan belajar.
kami juga membelikan berbagai materi belajar utk nya.
anak kami sangat penurut...
dia tidak lagi membaca komik, dia tidak lagi membuat origami, dia tidak lagi banyak bermain...
anak kami giat dan tekun belajar...
anak kami membaca semua buku pelajaran...
anak kami mengerjakan semua buku latihan soal...
semua itu dilakukan nya terus menerus tanpa henti...
sampai akhir nya tubuh anak kami tidak bisa bertahan lagi dan terserang flu berat...
meski pun sedang di-infus dan terbaring di ranjang rumah sakit, anak kami tetap bersikeras mengerjakan soal2 pelajaran...
anak kami pun terserang radang paru2...
setelah sembuh, wajah nya terlihat kurus banyak...
akan tetapi hasil ujian semester anak kami membuat kami tidak tau mau tertawa atau menangis, tetap ranking 23...
kami juga mencoba utk memberikan vitamin penambah gizi dan iming2 hadiah kpd anak kami...
tetapi, yang terjadi adalah wajah anak kami semakin pucat saja...
setiap kali akan ujian, anak kami mulai tidak bisa makan dan tidak bisa tidur, serta terus mengucurkan keringat dingin...
dan hasil ujian akhir semester anak kami tetap saja ranking 23...
akhir nya, kami menyerah...
kami mengizinkan lagi anak kami utk membaca komik dan melanjutkan hobi nya bermain kesenian origami...


Kami kembalikan anak kami pada jam belajar dan waktu istirahat nya yang semula.
kami memperbolehkan anak kami utk berlangganan majalah “humor anak-anak” dan sejenisnya...
alhasil, rumah kami menjadi tenteram kembali...
kami memang sangat sayang pada anak kami...
tetapi kami sungguh tidak mengerti mengapa prestasi sekolah nya seperti itu...
pada suatu minggu, teman2 sekantor suami saya mengajak pergi rekreasi bersama...
semua orang membawa serta keluarga mereka...
sepanjang perjalanan kami dgn bus, penuh dgn tawa...
ada anak yang bernyanyi, ada juga anak yang memperagakan kebolehannya...
anak kami tidak punya keterampilan khusus, dia hanya terus bertepuk tangan dgn sangat gembira...


anak kami sering kali lari ke belakang utk mengawasi tumpukan kotak makanan...
merapikan kembali kotak makanan yang terlihat sedikit miring, mengencangkan tutup botol yang longgar atau mengelap wadah sayuran yang kuah nya meluap ke luar...
dia sibuk sekali bagaikan seorang pengurus rumah tangga cilik...
ketika makan, ada satu kejadian tak terduga...
dua orang anak lelaki teman kami, yang satu si jenius matematika, yang satu nya lagi si jagoan bahasa inggris, berebut sebuah kue...
tidak ada seorang pun dari kedua anak itu yang mau melepaskan kue itu, mereka juga tidak mau saling membagi nya...
para orang tua menengahi dan menasehati mereka, namun tak berhasil...
terakhir, anak kami lah yang berhasil melerai kedua anak itu dgn membujuk mereka berdua utk berdamai..
ketika pulang, jalanan macet..
anak2 mulai terlihat gelisah..
anak kami pun membuat lelucon dan terus membuat orang2 satu bus tertawa tanpa henti...
tangan anak kami juga tidak pernah diam...
anak kami menggunting dan melipat kotak kardus bekas tempat makanan menjadi berbagai bentuk binatang...


Ketika bus sampai di kantor suami saya, dan kami semua turun dari bus, setiap orang mendapatkan lipatan kardus berbentuk binatang favorit nya masing2...
semua orang terlihat begitu gembira dan tak henti2 nya mengucapkan terima kasih kpd anak kami...


Untuk pertama kali nya, suami saya tersenyum bangga terhadap anak kami...
setelah selesai ujian semester berikut nya, seperti biasa saya harus datang ke sekolah utk mengambil rapot anak saya...
mula2 wali kelas anak kami bilang, bahwa prestasi belajar anak kami tetap ranking 23...
kemudian, sang wali kelas mengatakan ada satu hal aneh yang terjadi...
hal yang baru pertama kali ditemukan nya selama lebih dari 30 tahun pengalaman sang wali kelas mengajar...


Dalam ujian bahasa indonesia ada sebuah soal tambahan, yaitu siapa teman sekelas yang paling kamu kagumi dan apa alasannya...
selain anak kami, semua teman sekelas nya yang lain, tanpa kecuali, menuliskan hanya satu nama, yaitu nama anak kami..
sangat banyak alasan teman2 sekelas nya, mengapa mereka paling kagum dgn anak kami...
mereka bilang, anak kami sangat suka membantu orang lain, selalu bersemangat, selalu menghibur, selalu menyenangkan orang, enak diajak berteman, tidak pernah ingkar janji, tidak gampang marah, jenaka, dan masih banyak lagi...


Si wali kelas pun memberi pujian :
“...anak ibu ini, meski pun nilai sekolahnya biasa2 saja, tetapi utk sikap dan kelakuan nya thd orang lain, benar2 nomor satu...”
saya menyampaikan canda kpd anak kami,
“...suatu saat kamu akan jadi pahlawan...”
anak kami, yang sedang merajut selendang leher berpikir sebentar, kemudian menjawab :
“...ada pepatah yang berbunyi demikian :
ketika pahlawan lewat, harus ada orang yang bertepuk tangan di tepi jalan.”
anak kami melanjutkan ucapan nya,
“...saya tidak mau jadi pahlawan…
saya mau menjadi orang yang bertepuk tangan utk para pahlawan...”
saya terkejut mendengar ucapan anak kami itu...
saya memperhatikan anak kami yang sedang tekun merajut benang wol nya...
dlm hati saya pun terasa hangat seketika...
hati saya tergugah oleh kerendahan hati anak kami...
di dunia ini banyak orang yang ber-cita2 ingin menjadi seorang pahlawan...
namun anak kami memilih utk menjadi orang yang biasa2 saja, orang yang tidak tampil ke depan...
seperti akar tumbuh2an, tidak terlihat, tapi ia-lah yang mengokohkan...
jika anak kami bisa sehat...
jika anak kami bisa hidup dgn bahagia...
jika tidak ada rasa bersalah dlm hati anak kami...
mengapa anak kami tidak boleh menjadi orang biasa yang berhati baik dan jujur.



Lama kelamaan, anak kami mendapatkan julukan “si nomor 23”, seakan mengukuhkan nya sebagai murid kualitas menengah (mediocre) di antara teman2 nya dan sebagai orang tua, kami merasa panggilan ini kurang enak didengar tetapi anehnya, anak kami tidak merasa keberatan dgn julukan tersebut ;-) 







Rabu, 18 Maret 2015

Pilih Ortu, Anak atau Istri

Pada suatu kelas, seorang dosen mengadakan suatu permainan kecil pada mahasiswanya yang sudah berumah tangga.
Dosen : "Mari kita buat satu permainan, mohon satu orang bantu saya kedepan". Kemudian salah satu mahasiswa berjalan menuju papan tulis. 
Dosen : "Silahkan tulis 10 nama yang paling dekat dengan anda". Dalam sekejap sudah dituliskan semuanya oleh mahasiswa tsb, ada nama tetangganya, nama ortunya, anaknya, dll. 
Dosen : "Silahkan coret 2 nama yang menurut anda tidak penting". Mahasiswa lalu mencoret nama tetangganya.. 
Dosen : "Silahkan coret 2 nama lagi". Mahasiswa itu mencoret nama teman2 kantornya.. Dosen : "Silahkan coret 1 nama lagi". Mahasiswa mencoret 1 nama lagi sampai tersisa 3 nama yaitu ortunya, istrinya dan anaknya.


Suasana kelas hening, mereka mengira semua sudah selesai dan tidak ada lagi yang harus dipilih. Tiba2 Dosen berkata : "Silahkan coret 1 nama lagi". Mahasiswa itu perlahan mengambil pilihan yang sangat sulit lalu dia mencoret nama ortunya secara perlahan. Dosen : " Silahkan coret 1 nama lagi". Hati sang mahasiswa menjadi bingung. Kemudian dia mengangkat kapur dan lambat laun mencoret nama anaknya.. Segera mahasiswa itu pun menangis.
Setelah suasana tenang, Dosen bertanya kepada mahasiswa itu, "Orang terkasih anda bukan ortu yang sudah membesarkan anda, anak anda adalah darah daging anda,sedang istri itu bisa dicari lagi, tapi mengapa anda justru memilih istri anda sebagai orang yang paling sulit untuk dipisahkan ?". 
Semua orang di dalam kelas terpana menunggu jawaban mahasiswa itu, lalu dia berkata : "Sesuai waktu berlalu, ortu saya akan pergi dan meninggalkan saya, sedangkan anak saya jika sudah dewasa akan menikah setelah itu pasti meninggalkan saya, sedangkan yang benar2 bisa menemani saya dalam hidup ini hanyalah ISTRI saya... Ortu dan anak bukan saya yang pilih tapi TUHAN yang anugrahkan kepada saya, tapi saya memilih sendiri ISTRI saya dari seluruh wanita di dunia dengan meminta yang terbaik dari TUHAN ".





https://twitter.com/Sjaechu